Ahmad Zain Sarnoto
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan sejak tahun 2005–2009 dan 2009-2014 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2012 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru.
Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah, Pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang.
Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya. Namun persoalanya kemudian ketika anggaran pendidikan sudah 20% seringkali tidak tetap sasaran.
Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat sekolah dasar dan menengah.
Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajarannya.
Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan maju dan berdaya saing. Keenam, penyediaan sarana dan prasaran pendidikan serta perluasan akses pendidkan. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus lebih berkonsentrasi menyediakan sarana dan prasarana sekolah khususnya daerah terpencil untuk memudahkan akses dan pemerataan pendidikan bagi warga negara, yang pada giliranya akan meningkatkan SDM bangsa Indonesia